neverland blog

Minggu, 28 September 2014

MAKALAH STAPHYLOCOCCUS



STAPHYLOCOCCUS

I.            Ciri khas Morfologi

A.    Staphylococcus aureus
            Stafilococcus berbentuk bulat atau kokus dengan diameter 0,4-1,2 mikron meter (rata – rata 0,8 mikron meter). Hasil pewarnaan yang berasal dari perbenihan padat akan memperlihatkan susunan bakteri yang bergerombol seperti buah anggur, sedangkan yang berasal dari perbenihan cair terlihat bentukan kuman yang lepas sendiri – sendiri, berpasanga atau rantai pendek (pada steptokokus biasanya susunan selnya membentuk rantai lebih panjang) yang pada umumnya terdiri lebih dari empat sel.

B.    Staphylococcus epidermidis
            Staphylococcus epidermidis secara mikroskopis morfologis tidak dapat dibedakan dengan Staphylococcus aureus. Koloninya bulat, halus pada umumnya tidak menghasilkan pigmen dan warnanya putih pucat. Perbedaan dengan Staphylococcus aureus adalah pada bakteri ini memberikan hasil negatif pada tes koagulan, demikian juga untuk DNAse dan fermentasi manitol.
            Staphylococcus epidermidis merupakan penyebab yang penting dari endokarditis bakterial pada penderita setelah operasi jantung

C.   Staphylococcus saprophyticus
            Staphylococcus saprophyticus mirip dengan Staphylococcus epidermidis. Keduanya dapat dibedakan dengan menggunakan tes novobiosin. Pada S.saprophyticus tes terhadap novobiosin resisten sedangkan staphylococcus yang lain sensitif. Bakteri ini sering merupakan patogen oportunistik dan menyebabkan infeksi saluran kemih.






II.                Biakan Karakteristik Pertumbuhan

A.         Biakan  Bakteri
Staphylococcus tumbuh dengan baik pada berbagai media bakteriologi dibawah suasana arobik dan mikroaerofilik. Tumbuh dengan cepat pada temperatur 37oC namun pembentukan pigmen yang terbaik adalah pada temperatur kamar ( 20 – 35oC). Koloni pada media padat berbentuk bulat, lembut dan mengkilap. Pada Staphylococcus aureus biasanya membentuk koloni berwarna abu-abu hingga kuning emas. Koloni Staphylococcusepidermisbiasanya berwarna abu-abu hingga putih terutama pada isolasi rimer, beberapa koloni menghasilkan pigmen hanya pada inkubasi yang diperpanjang. Tidak ada pigmen yang dihasilkan secara anaerobik atau pada media cair. Pada Staphylococcus albus, koloni pada agar darah berwarna putih dan tidak memperlihatkan hemolisis di sekitarnya. Sedangkan Staphylococcus citreus membentuk pigmen berwarna kuning jeruk pada agar darah dan tidak pernah menyebabkan hemolisis, tidak meragikan gula-gula dan tidak membentuk toksin atau koagulasa. Berbagai macam tingkat hemolisis dihasilkan oleh Staphylococcus aureus dan terkadang oleh spesies lain. Spesies peptostreptococcus merupakan kokus anaerobik yang morfologinya seringkali mirip Staphylococcus.( Jawetz.2005.Mikrobiologi kedokteran.Jakarta;Salemba Medika.)

B.        Karakteristik Pertumbuhan
Staphylococcus menghasilkan katalase yang membedakannya dengan Streptococcus. Staphylococcus memfermentasikan karbohidrat menghasilkan asam laktat tanpa menghasilkan gas. Staphylococcus tahan terhadap kondisi kering, panas ( bertahan pada temperature 50oC selama 30 menit ) dan pada larutan natrium klorida 9% tetapi dihambat oleh bahan kimia tertentu seperti heksaklorofen 3%.
Staphylococcus sensitive terhadap beberapa obat antimikroba. Resistensinya dikelompokkan dalam beberapa golongan seperti dibawah ini :
1.      Biasanya menghasilkan enzim beta laktamase, yang berada dibawah control plasmid, dan membuat organisme resisten terhadap beberapa penisilin seperti penisilin G, ampisilin, tikarsilin, piperasilin. Plasmid ditransmisikan dengan transduksi dan kadang juga dengan konjugasi.
2.      Resisten terhadap nafsilin, metisilin dan oksasilin yang tidak tergantung pada produksi beta laktamase. Gen mecA untuk resistensi terhadap nafsilin terletak pada kromosom. Mekanisme resistensi nafsilin berkaitan dengan kekurangan PBP ( Penicillin Binding Protein ) tertentu dalam organisme.
3.      S. aureus pada umumnya diisolasi dari pasien yang menderita infeksi kompleks yang mendapat terapi vankomisin jangka panjang. Mekanisme resistensi berkaitan dengan peningkatan sintesis dinding sel dan perubahan pada dinding sel. Galur S. aureus dengan tingkat kerentanan rendah terhadap vankomisin biasanya resisten terhadap nafsilin tetapi pada umumnya rentan terhadap oxazolidinon.
4.      Plasmid juga dapat membawa gen untuk resistensi terhadap tetrasiklin, eritromisin, aminoglioksida dan obat-obat lainnya. Hanya pada beberapa galur Staphylococcus, hampir semua peka terhadap vankomisin.
5.      Akibat sifat “toleran” berdampak bahwa Staphylococcus dihambat oleh obat tetapi tidak dibunuh oleh obat tersebut.pasien dengan endokarditis yang disebabkan oleh S. aureus yang toleran dapat mengalami perjalanan penyakit yang lama dibandingkan dengan pasien yang mengalami endokarditis yang disebabkan oleh S. aureus yang sepenuhnya rentan terhadap antimikroba. Toleransi suatu saat dapat dihubungkan dengan kurangnya aktivasi enzim autolitik di dalam dinding sel.
( Jawetz.2005.Mikrobiologi kedokteran.Jakarta;Salemba Medika.)


III.          Struktrur  Antigen/ Mekanisme

Stafilokokus mengandung antigen polisakarida dan protein seperti zat lain yang penting dalam struktur dinding sel. Peptidoglikan, suatu polimer polisakarida yang mengandung subunit-subunit yang bergabung memberikan eksoskeleton yang kaku dari dindingsel. Peptidoglikan dirusak oleh asam kuat atau paparan terhadap lisozim. Ini peting dalam pathogenesis infeksi : infeksi akan merangsang pembentukan interleukin 1(pirogen endogen) dan antibody opsonin oleh monosit; dan ini dapat menjadi penarik kimiawi bagi lekosit polimorfonuklear, mempunyai aktivitas seperti endotoksin dan mengaktivasi komplemen.
Asam teikoat, yang merupakan polimer glikserol atau ribitol fosfat, diikat ke peptidoglikan dan dapat menjadi antigenik. Antibody asam anti teikoat yang dapat dideteksi melalui difusi gel dapat ditemukan pada pasien dengan endokarditis aktif yang disebabkan oleh S.aureus.
Protein A merupakan komponen dinding sel kebanyakan galur S.aureus yang bias mengikat ke bagian Fc molekul IgG kecuali IgG3. Meskipun IgG terikat pada protein A, namjun fragmen Fab tetap bisa bebas berikatan dengan antigen spesifik. Protein A telah menjadi reagen yang penting dalam imunologi dan teknologi laboratorium diagnostik; contohnya protein A yang dilekati dengan molekul IgG terhadap antigen bakteri spesifik akan mengaglutinasi bakteri yang mempunyai antigen tersebut (ko-aglutinasi).
Beberapa galur S.aureus mempunyai kapsul yang menghambat fagositosis oleh lekosit polimorfonuklear kecuali jika terdapat antibody spesifik. Sebagian besar galur S.aureus mempunyai koagulase atau factor penggumpalan pada permukaan dinding sel; ikatan koagulase non enzimatik pada fibrinogen, menyebabkan agregasi pada bakteri. ( Jawetz.2005.Mikrobiologi kedokteran.Jakarta;Salemba Medika.)

IV.          Produksi Toksin  dan Enzim
Stafilokokus dapat menyebabkan penyakit berkat kemampuannya melakukan pembelahan dan menyebar luas kedalam jaringan dan melalui produksi beberapa bahan ekstraseluler. Beberapa dari bahan tersebut adalah enzim yang lain dapat berupa toksin, meskipun fungsinya adalah sebagai enzim. Beberapa toksin berada dibawah kontrol genetik plasmid, beberapa dibawah kontrol baik kromosom maupun ekstrakromosom, dan pada yang lainmekanisme kontrol genetiknya belum ditemukan
1.      Katalase
Stafilokokus menghasilkan katalase, yang mengubah hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen. Tes katalase untuk membedakan stafilokokus positif dari stafilokokus negatif.
2.      Koagulase
S. aureus menghasilkan koagulase, protein menyerupai enzim yang mampu menggumpalkan plasma yang ditambah dengan oksalat atau sitrat dengan adanya suatu faktor yang terdapat dalam serum.

3.      Enzim Lain
Enzim lain yang dihasilkan oleh stafilokokus antara lain hyaluronidase, atau faktor penyebaran , stafilokinase juga bekerja sebagai fibrinolisis tapi lebih lambat dari streptokinase, yang lain proteinase, dan beta lactamase.
4.      Eksotoksin
Ini meliputi beberapa beberapa toksin yang bersifat letal jika disuntikan pada binatang, menyebabkan nekrosis pada kulit, dan berisi larutan hemolisis yang dapat dipisahkan dengan elektroforesis
5.      Lekosidin
Toksin S. aureus ini dapat membunuh sel darah putih pada berbagai binatang. Peran toksin dalam patogenesis tidak jelas, karena stafilokokus yang patogenik tidak dapat membunuh sel darah putih dan dapat difagositosis seefektif seperti nonpatogenik.
6.      Toksin Eksfoliatif
Toksin S. aureus ini termasuk sedikitnya dua protein yang menghasilkan deskuamasi generalisata pada stafilococcal scalded skin syndrome.
7.      Toksin Sindroma Syok Toksik (Toxic Shock Syndrome Toxin)
Sebagian besar galur S. aureus diisolasi dari pasien sindroma syok toksik yang menghasilkan racun yang dinamakan Toxic Syok Syndrome Toxin-1 (TSST-1), yang secara struktural sama dengan enterotoksin B dan C.
8.      H. Enterotoksin
Ada sedikitnya enam (A-F) toksin larut yang dihasilkan hampir 50% galur S. aureus. Seperti TSST-1, enterotoksin adalah superantigen yang berikatan dengan molekul MHC kelas II, menimbulkan stimulasi sel T. Enterotoksin stabil terhadap panas 9bertahan pada air mendidih selama 30 menit) dan resisten terhadap aksi enzim usus.

V.           Patogenesis dan Patologi
Kuman stafilokokus terutama Stafilokokus epidermidis , merupakan sebagian dari flora normal pada kulit manusia , saluran pernafasan dan saluran pencernaan. Pada 6,6% dari bayi yang erumur 1 hari telah dapat ditemukan Stafilokokus dihidugnya , 50% pada umur 2 hari , 62% pada umur 3 hari , dan 88% pada umur 4-8 hari . Kuman ini juga dapat ditemukan diudara dan di lingkungan di sekitar kita .  Patogenesisnya merupakan efek gabungan  dari berbagai macam metabolit yang dihasilkannya . Kuman yang patogen ( S.aureus ) bersifat invasif , penyebab hemolisis , membentuk koagulasa , mencairkan gelatin , membentuk pigmen kuning emas dan meragi manitol . Yang tidak patogen ( S.epidermidis ) tidak bersifat invasif , nonhemolitik , berwarna putih , tidak membentuk koagulasa , dan tidak meragi manitol . Selain itu kuman Stafilokokus dapat pula menyebabkan terjadinya sistitis dan pielitis , bahkan dapat pula menyebabkan terjadinya septikemia , sepsis puerpuralis , trombosis sinus kavernosus dan orbitalis , osteomielitis dan pneumonia . Pada umunya penyakit – penyakit tersebut disebabkan oleh Stafilokokus koagulasa positif , tetapi Hermansson dkk , melaporkan bahwa 3% dari kasus infeksi trakus urinarius pada anak-anak dapat pula disebebkan oleh Stafilokokus koagulasa negatif .
Patologi
Furunkel atau abses setempat lainnya merupakan suatu lesi oleh Stafilokokus . Kuman berkembang biak dalam folikel rambut dan menyebabkan terjadinya nekrosis jaringan setempat . Kemudian terjadi koagulasi fibrin disekitar lesi dan pembuluh getah bening , sehingga terbentuk dinding yang membatasi proses nekrosis . Selanjutnya disusul dengan serbukan sel radang , di pusat lesi akan terjadi  percairan jaringan  nekrotik , cairan abses ini akan mencari jalan keluar ditempat yang paling kurang tahanannya . Pengeluaran cairan abses diikuti dengan pembentukan jaringan granulasi .
Peradangan setempat merupakan sifat khas dari infesi Stafilokokus . dari fokus ini kuman akan menyebar , kelain bagian tubuh lewat pembuluh getah bening dan pembuluh darah , sehingga peradangan dari vena dan trombosis pun merupakan hal yang biasa .
Yang khas dari osteomielitis , fokus primer dari kuman terdapat pada pembuluh darah bagian terminal dalam metafisis , tulang panjang , kemudian terjadi nekrosis dari tulang dan peradangan yang kronis .


VI.             Gambaran Klinis
Infeksi stafilokokus lokal tampak sebagai jerawat, infeksi folikel rambut atau abses. Terdapat reaksi inflamasi yang kuat, terlokalisir dan nyeri yang mengalami supurasi sentral dan sembuh dengan cepat apabila pus dikeluarkan (didrainase). Dinding fibrin dan sel sekitar bagian tengah abses cenderung mencegah penyebaran organisme dan hendaknya tidak dirusak oleh manipulasi atau trauma.
Infeksi S. aureus dapat juga berasal dari kontaminasi langsung dari luka, misalnya pasca operasi infeksi stafilokokus atau infeksi yang menyertai trauma (osteomielitis kronik setelah patah tulang terbuka, meiningitis yang menyertai patah tulang tengkorak).
Jika S. aureus menyebar dan terjadi bakterimia, maka bisa terjadi endokarditis, osteomielitis hematogenus akut, meningitis atau infeksi paru-paru dapat dihasilkan. Menifestasi klinik mirip dengan yang tampak pada infeksi sistemik. Lokalisasi sekunder dalam organ atau sistem disertai simtom dan tanda pada disfungsi organ dan supurasi fokal.
Keracunan makanan menyebabkan enterotoksin stafilokokal yang ditandai dengan periode inkubasi yang pendek (1-8 jam), mual hebat, muntah dan diare, serta cepat sembuh. Tidak terjadi demam.
Sindroma syok toksik dimanifestasikan oleh onset dan demam tinggi yang terjadi tiba-tiba, muntah, diare, mialgia, ruam bentuk skarlet (scarlatiniform rash) dan hipotensi dengan gagal jantung dan gagal ginjal pada kasus yang sangat berat. Penyakit ini sering terjadi dalam lima hari, terjadi pada wanita yang sedang menstruasi karena menggunakan tampon, terjadi juga pada anak-anak atau laki-laki yang mengalami infeksi luka akibat stafilokokus. Sindroma tersebut dapat berulang. Sindroma syok toksik yang berhubungan dengan S. aureus dapat ditemukan di vagina, pada tampon, pada luka atau infeksi yang terlokalisir atau pada tenggorokan tapi untuknya tidak pernah di aliran darah.  

VII.          Uji Laboratorium Diagnostik
A.Spesimen : usapan permukaan,pus,darah,aspirat trakea atau cairan spinal,dipilih bergantungan pada tempat infeksi.

B.Hapusan : Stafilokokus yang khas dilihat pada apusan yang dicat dari pus atau sputum,hapusan ini tidak bisa membedakan organisme(S.epidermis)dari organisme patogen (S.aureus).

C.Biakan : Spesimen yang ditanam pada lempeng agar darah menunjukkan koloni yang khas dalam waktu 18 jam pada suhu 37oC tetapi hemolisis dan produksi pigmen mungkin tidak terjadi sampai beberapa hari kemudian,dan optimal pada suhu kamar.S aureus dan bukan stafilokokus yang lain memfermentasi manitol.Spesimen yang dikontaminasi dengan flora campuran dapat dibiakan pada media yang mengandung NaCl 7,5%;garam tersebut menghambat sebagian besar flora naormal lainnya tapi tidak menghambat S.aureus.Agar garam manitol(Mannitol Salt Agar)digunakan untuk menyaring S.aureus yang ada dihidung.

D.Tes Katalase : Tetes larutan hidrogen peroksida ditempatkan pada gelas objek dan sejumblah kecil bakteri yang tumbuh diletakkan dalam larutan tersebut,pembentukan gelembung(pelepasan oksigen)menunjukkan bahwa tes positif.Tes ini dapat dilakukan dengan cara menuangkan larutan hidrogen peroksida pada biakan bakteri yang padat agar miring dan diamati munculnya gelembung.

E.Tes Koagulase : Plasma kelinci atau manusia yang ditambah sitrat dicaiorkan dalam perbandingan 5:1 dicampur dengan volume yang sama dari biakan air atau dari koloni,pada agar dan inkubasi pada suhu 37oC.Satu tabunng plasma dicampur dengan media cair yang steril dipakai sebagai kontrol.Jika gumpalan terjadi dalam 1-4 jam berarti tes positif.

F.Uji kepekaan : Uji kepekaan mikrodilusi atau difusi cakram hendaknya dilakukan secara rutin pada isolat stafilokokus dari infeksi yang secara klinis bermakna.Resistensi terhadap penisilin G dapat diramalkan dengan uji β-laktamase positif;sekityar 90% S.aureus menghasilkan β-laktamase. Resistensi terhadap nafsilin(dan oksasilin serta metisilin) terjadi pada sekitar 20% isolat S. aureus dan hampir 75% isolat S.epidermidis. Resistensi terhadap nafsilin berhubungan dengan adanya gen mecA yaitu gen yang mengkode PBP tidak dipengaruhi oleh obat tersebut.Gen tersebut dapat dideteksi dengan menggunakan uji PCR(Polymerase Chain Reaction) tetapi ini tidak pentingsebab stafilokokus yang tumbuh pada agar Mueller-Hinton yang mengandung NaCl 4% dan 6µg/mL oksasilin secara khas adalah positif mecA dan resiten terhadap nafsilin.

G.Uji Serologis dan penentuan Tipe : Antibodi terhadap asam teikoat dapat dideteksi pada infeksi yang lama dan dalam(misalnya endokraditis stafilokokus).Uji seriologis ini sedikit bermanfaat dalam praktek.Pola kepekaan terhadap antibiotika bermanfaat dalam melacak infeksi S.aureus dan dalam menentukan jika bakterimia disebabkan oleh S.epidermidis multipel.Teknik pemerataan molekuler telah digunakan untuk menelaah penyebaran klon S.aureus yang menyebabkan penyakit epidemi.

VIII.       Epidemiologi / Pengendalian
Stafilokokus merupakan parasit manusia yang berada dimana-mana.Sumber infeksi utama adalah tumpukan bakteri pada lesi manusia,benda-benda yang terkontaminasi lesi tersebut,dan saluran respirasi manusia serta kulit.Penyebaran infeksi melalui kontak telah dianggap sebagai faktor yang penting dirumah sakit,dimana populasi luas dari staf dan pasien membawa stafilokokus yang resinten antibiotika pada hidung atau kulit mereka.Meskipun kebersihan,higienis,dan pelaksanaan lesi secara aseptik dapat mengendalikan penyebaraan stafilokokus dari pembawa.Aerosol (misalnya glikol)dan radiasi ultraviolet di udara mempunyai pengaruh yang sedikit.Di rumah sakit yang merupakan daerah dengan resiko infeksi stafilokokus paling tinggi adalah ruang perawatan bayi,unit perawatan intensif,ruang operasi dan bangsal kemoterapi kanker.Masuk nya S.aureus patogen epidemik ke daerah tersebut dapat mengakibatkan terjadinya penyakiy klinis yang serius.Pegawai dengan lesi aktif yang mengandung S.aureus dan seorang pengidap(carrier)harus dikeluarkan dari daerah tersebut.Pada beberapa individu pemberian antiseptik topikal(misalnya klorheksidin atau krim basitrasin)pada tempat kolonisasi bakteri pada pengidap,misalnya dihidung atau perineundapat mengurangi penyebaran organisme yang berbahaya tersebut.Rifampin yang digabungkan dengan obat anti stafilokokusoral klas II kadang-kadang memberikan efek supresi jangka panjang dan penyembuhan dari pengidap di hidung(nasal carriage);bentuk terapi ini biasanya ditunjukan untuk masalah utama pengindap stafilokokus,sebab stafilakokus cepat menjadi resisten terhadap rifampin.Antiseptik seperti heksaklorofen digunakan pada kulit bayi baru lahir untuk mengurangi kolonisasi oleh stafilokokus tetapi karena toksisitasnya menyebabkan penggunaannya terbatas.

Sesi Tanya jawab :
1.      Yassinta Eka : Apa maksud dari kalimat rumah sakit yang merupakan daerah dengan resiko infeksi stafilokokus paling tinggi adalah ruang perawatan bayi,unit perawatan intensif,ruang operasi dan bangsal kemoterapi kanker dan berdasarkan apa penghitungan daerah resiko paling tinggi tersebut?
Jawab : Mkasudnya adalah bahwa daerah dirumah sakit yang bersiko paling tinggi untuk terkontaminasi bakteri Stphylococcus adalah ruang perawatan bayi, unit perawatan intensif, ruang operasi dan bangsal kemoterapi,, da perhitungan tersebut berdasarkan pada penderita atau pasien yang terkontaminasi oleh bakteri terebut.

2.      Yum Zakiyyah Itsnaini : Tolong jelaskan kembali mengenai toksin eksfoliatif termasuk arti deskuamasi?
Jawab : toksin yang dihasilkan oleh bakteri staphylococcus yang menyebabkan kulit bersisik dan mengelupas. Deskuamasi sendiri artinya kulit bersisik dan mengelupas.


Referensi :
Jawetz.2005.Mikrobiologi kedokteran.Jakarta;Salemba Medika
Buku Ajar MIKROBIOLOGI KEDOKTERAN edisi revisi , oleh staf pengajar fakultas kedokteran universitas Indonesia .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar