STAPHYLOCOCCUS
I.
Ciri khas Morfologi
A.
Staphylococcus
aureus
Stafilococcus
berbentuk bulat atau kokus dengan diameter 0,4-1,2 mikron meter (rata – rata
0,8 mikron meter). Hasil pewarnaan yang berasal dari perbenihan padat akan
memperlihatkan susunan bakteri yang bergerombol seperti buah anggur, sedangkan
yang berasal dari perbenihan cair terlihat bentukan kuman yang lepas sendiri –
sendiri, berpasanga atau rantai pendek (pada steptokokus biasanya susunan
selnya membentuk rantai lebih panjang) yang pada umumnya terdiri lebih dari
empat sel.
B.
Staphylococcus
epidermidis
Staphylococcus epidermidis secara mikroskopis
morfologis tidak dapat dibedakan dengan Staphylococcus
aureus. Koloninya bulat, halus pada umumnya tidak menghasilkan pigmen dan
warnanya putih pucat. Perbedaan dengan Staphylococcus
aureus adalah pada bakteri ini memberikan hasil negatif pada tes koagulan,
demikian juga untuk DNAse dan fermentasi manitol.
Staphylococcus epidermidis merupakan penyebab yang
penting dari endokarditis bakterial pada penderita setelah operasi jantung
C.
Staphylococcus
saprophyticus
Staphylococcus
saprophyticus mirip dengan Staphylococcus
epidermidis. Keduanya dapat dibedakan dengan menggunakan tes novobiosin.
Pada S.saprophyticus tes terhadap
novobiosin resisten sedangkan staphylococcus yang lain sensitif. Bakteri ini
sering merupakan patogen oportunistik dan menyebabkan infeksi saluran kemih.
II.
Biakan Karakteristik Pertumbuhan
A.
Biakan
Bakteri
Staphylococcus tumbuh dengan baik pada
berbagai media bakteriologi dibawah suasana arobik dan mikroaerofilik. Tumbuh
dengan cepat pada temperatur 37oC namun pembentukan pigmen yang
terbaik adalah pada temperatur kamar ( 20 – 35oC). Koloni pada media
padat berbentuk bulat, lembut dan mengkilap. Pada Staphylococcus aureus biasanya membentuk koloni berwarna abu-abu
hingga kuning emas. Koloni Staphylococcusepidermisbiasanya
berwarna abu-abu hingga putih terutama pada isolasi rimer, beberapa koloni
menghasilkan pigmen hanya pada inkubasi yang diperpanjang. Tidak ada pigmen
yang dihasilkan secara anaerobik atau pada media cair. Pada Staphylococcus albus, koloni pada agar
darah berwarna putih dan tidak memperlihatkan hemolisis di sekitarnya.
Sedangkan Staphylococcus citreus
membentuk pigmen berwarna kuning jeruk pada agar darah dan tidak pernah
menyebabkan hemolisis, tidak meragikan gula-gula dan tidak membentuk toksin
atau koagulasa. Berbagai macam tingkat hemolisis dihasilkan oleh Staphylococcus aureus dan terkadang oleh
spesies lain. Spesies peptostreptococcus
merupakan kokus anaerobik yang morfologinya seringkali mirip Staphylococcus.( Jawetz.2005.Mikrobiologi
kedokteran.Jakarta;Salemba Medika.)
B.
Karakteristik
Pertumbuhan
Staphylococcus
menghasilkan
katalase yang membedakannya dengan Streptococcus.
Staphylococcus memfermentasikan karbohidrat menghasilkan asam laktat tanpa
menghasilkan gas. Staphylococcus tahan
terhadap kondisi kering, panas ( bertahan pada temperature 50oC
selama 30 menit ) dan pada larutan natrium klorida 9% tetapi dihambat oleh
bahan kimia tertentu seperti heksaklorofen 3%.
Staphylococcus sensitive terhadap
beberapa obat antimikroba. Resistensinya dikelompokkan dalam beberapa golongan
seperti dibawah ini :
1.
Biasanya
menghasilkan enzim beta laktamase, yang berada dibawah control plasmid, dan
membuat organisme resisten terhadap beberapa penisilin seperti penisilin G,
ampisilin, tikarsilin, piperasilin. Plasmid ditransmisikan dengan transduksi
dan kadang juga dengan konjugasi.
2.
Resisten
terhadap nafsilin, metisilin dan oksasilin yang tidak tergantung pada produksi
beta laktamase. Gen mecA untuk resistensi terhadap nafsilin terletak pada
kromosom. Mekanisme resistensi nafsilin berkaitan dengan kekurangan PBP ( Penicillin Binding Protein ) tertentu
dalam organisme.
3.
S.
aureus pada umumnya diisolasi dari pasien yang menderita infeksi kompleks yang
mendapat terapi vankomisin jangka panjang. Mekanisme resistensi berkaitan
dengan peningkatan sintesis dinding sel dan perubahan pada dinding sel. Galur
S. aureus dengan tingkat kerentanan rendah terhadap vankomisin biasanya
resisten terhadap nafsilin tetapi pada umumnya rentan terhadap oxazolidinon.
4.
Plasmid
juga dapat membawa gen untuk resistensi terhadap tetrasiklin, eritromisin,
aminoglioksida dan obat-obat lainnya. Hanya pada beberapa galur Staphylococcus, hampir semua peka
terhadap vankomisin.
5.
Akibat
sifat “toleran” berdampak bahwa Staphylococcus
dihambat oleh obat tetapi tidak dibunuh oleh obat tersebut.pasien dengan
endokarditis yang disebabkan oleh S. aureus yang toleran dapat mengalami
perjalanan penyakit yang lama dibandingkan dengan pasien yang mengalami
endokarditis yang disebabkan oleh S. aureus yang sepenuhnya rentan terhadap
antimikroba. Toleransi suatu saat dapat dihubungkan dengan kurangnya aktivasi
enzim autolitik di dalam dinding sel.
( Jawetz.2005.Mikrobiologi kedokteran.Jakarta;Salemba
Medika.)
III.
Struktrur Antigen/ Mekanisme
Stafilokokus mengandung antigen
polisakarida dan protein seperti zat lain yang penting dalam struktur dinding
sel. Peptidoglikan, suatu polimer polisakarida yang mengandung subunit-subunit
yang bergabung memberikan eksoskeleton yang kaku dari dindingsel. Peptidoglikan
dirusak oleh asam kuat atau paparan terhadap lisozim. Ini peting dalam
pathogenesis infeksi : infeksi akan merangsang pembentukan interleukin
1(pirogen endogen) dan antibody opsonin oleh monosit; dan ini dapat menjadi
penarik kimiawi bagi lekosit polimorfonuklear, mempunyai aktivitas seperti
endotoksin dan mengaktivasi komplemen.
Asam teikoat, yang merupakan polimer
glikserol atau ribitol fosfat, diikat ke peptidoglikan dan dapat menjadi
antigenik. Antibody asam anti teikoat yang dapat dideteksi melalui difusi gel
dapat ditemukan pada pasien dengan endokarditis aktif yang disebabkan oleh
S.aureus.
Protein A merupakan komponen dinding sel kebanyakan galur
S.aureus yang bias mengikat ke bagian Fc molekul IgG kecuali IgG3. Meskipun IgG
terikat pada protein A, namjun fragmen Fab tetap bisa bebas berikatan dengan
antigen spesifik. Protein A telah menjadi reagen yang penting dalam imunologi
dan teknologi laboratorium diagnostik; contohnya protein A yang dilekati dengan
molekul IgG terhadap antigen bakteri spesifik akan mengaglutinasi bakteri yang
mempunyai antigen tersebut (ko-aglutinasi).
Beberapa galur S.aureus mempunyai
kapsul yang menghambat fagositosis oleh lekosit polimorfonuklear kecuali jika
terdapat antibody spesifik. Sebagian besar galur S.aureus mempunyai koagulase
atau factor penggumpalan pada permukaan dinding sel; ikatan koagulase non
enzimatik pada fibrinogen, menyebabkan agregasi pada bakteri. (
Jawetz.2005.Mikrobiologi kedokteran.Jakarta;Salemba Medika.)
IV.
Produksi Toksin dan Enzim
Stafilokokus
dapat menyebabkan penyakit berkat kemampuannya melakukan pembelahan dan
menyebar luas kedalam jaringan dan melalui produksi beberapa bahan
ekstraseluler. Beberapa dari bahan tersebut adalah enzim yang lain dapat berupa
toksin, meskipun fungsinya adalah sebagai enzim. Beberapa toksin berada dibawah
kontrol genetik plasmid, beberapa dibawah kontrol baik kromosom maupun
ekstrakromosom, dan pada yang lainmekanisme kontrol genetiknya belum ditemukan
1.
Katalase
Stafilokokus menghasilkan katalase,
yang mengubah hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen. Tes katalase untuk
membedakan stafilokokus positif dari stafilokokus negatif.
2.
Koagulase
S. aureus menghasilkan koagulase,
protein menyerupai enzim yang mampu menggumpalkan plasma yang ditambah dengan
oksalat atau sitrat dengan adanya suatu faktor yang terdapat dalam serum.
3.
Enzim
Lain
Enzim
lain yang dihasilkan oleh stafilokokus antara lain hyaluronidase, atau faktor
penyebaran , stafilokinase juga bekerja sebagai fibrinolisis tapi lebih lambat
dari streptokinase, yang lain proteinase, dan beta lactamase.
4.
Eksotoksin
Ini
meliputi beberapa beberapa toksin yang bersifat letal jika disuntikan pada
binatang, menyebabkan nekrosis pada kulit, dan berisi larutan hemolisis yang
dapat dipisahkan dengan elektroforesis
5.
Lekosidin
Toksin
S. aureus ini dapat membunuh sel darah putih pada berbagai binatang. Peran
toksin dalam patogenesis tidak jelas, karena stafilokokus yang patogenik tidak
dapat membunuh sel darah putih dan dapat difagositosis seefektif seperti
nonpatogenik.
6.
Toksin
Eksfoliatif
Toksin
S. aureus ini termasuk sedikitnya dua protein yang menghasilkan deskuamasi
generalisata pada stafilococcal scalded skin syndrome.
7.
Toksin
Sindroma Syok Toksik (Toxic Shock Syndrome Toxin)
Sebagian
besar galur S. aureus diisolasi dari pasien sindroma syok toksik yang
menghasilkan racun yang dinamakan Toxic Syok Syndrome Toxin-1 (TSST-1), yang
secara struktural sama dengan enterotoksin B dan C.
8.
H.
Enterotoksin
Ada
sedikitnya enam (A-F) toksin larut yang dihasilkan hampir 50% galur S. aureus.
Seperti TSST-1, enterotoksin adalah superantigen yang berikatan dengan molekul
MHC kelas II, menimbulkan stimulasi sel T. Enterotoksin stabil terhadap panas
9bertahan pada air mendidih selama 30 menit) dan resisten terhadap aksi enzim
usus.
V.
Patogenesis dan Patologi
Kuman stafilokokus terutama
Stafilokokus epidermidis , merupakan sebagian dari flora normal pada kulit
manusia , saluran pernafasan dan saluran pencernaan. Pada 6,6% dari bayi yang
erumur 1 hari telah dapat ditemukan Stafilokokus dihidugnya , 50% pada umur 2
hari , 62% pada umur 3 hari , dan 88% pada umur 4-8 hari . Kuman ini juga dapat
ditemukan diudara dan di lingkungan di sekitar kita . Patogenesisnya merupakan efek gabungan dari berbagai macam metabolit yang
dihasilkannya . Kuman yang patogen ( S.aureus ) bersifat invasif , penyebab
hemolisis , membentuk koagulasa , mencairkan gelatin , membentuk pigmen kuning
emas dan meragi manitol . Yang tidak patogen ( S.epidermidis ) tidak bersifat
invasif , nonhemolitik , berwarna putih , tidak membentuk koagulasa , dan tidak
meragi manitol . Selain itu kuman Stafilokokus dapat pula menyebabkan
terjadinya sistitis dan pielitis , bahkan dapat pula menyebabkan terjadinya
septikemia , sepsis puerpuralis , trombosis sinus kavernosus dan orbitalis ,
osteomielitis dan pneumonia . Pada umunya penyakit – penyakit tersebut
disebabkan oleh Stafilokokus koagulasa positif , tetapi Hermansson dkk ,
melaporkan bahwa 3% dari kasus infeksi trakus urinarius pada anak-anak dapat
pula disebebkan oleh Stafilokokus koagulasa negatif .
Patologi
Furunkel atau abses setempat lainnya
merupakan suatu lesi oleh Stafilokokus . Kuman berkembang biak dalam folikel
rambut dan menyebabkan terjadinya nekrosis jaringan setempat . Kemudian terjadi
koagulasi fibrin disekitar lesi dan pembuluh getah bening , sehingga terbentuk
dinding yang membatasi proses nekrosis . Selanjutnya disusul dengan serbukan
sel radang , di pusat lesi akan terjadi
percairan jaringan nekrotik ,
cairan abses ini akan mencari jalan keluar ditempat yang paling kurang tahanannya
. Pengeluaran cairan abses diikuti dengan pembentukan jaringan granulasi .
Peradangan setempat merupakan sifat khas dari infesi
Stafilokokus . dari fokus ini kuman akan menyebar , kelain bagian tubuh lewat
pembuluh getah bening dan pembuluh darah , sehingga peradangan dari vena dan
trombosis pun merupakan hal yang biasa .
Yang khas dari osteomielitis , fokus primer dari kuman
terdapat pada pembuluh darah bagian terminal dalam metafisis , tulang panjang ,
kemudian terjadi nekrosis dari tulang dan peradangan yang kronis .
VI.
Gambaran Klinis
Infeksi
stafilokokus lokal tampak sebagai jerawat, infeksi folikel rambut atau abses.
Terdapat reaksi inflamasi yang kuat, terlokalisir dan nyeri yang mengalami
supurasi sentral dan sembuh dengan cepat apabila pus dikeluarkan (didrainase).
Dinding fibrin dan sel sekitar bagian tengah abses cenderung mencegah
penyebaran organisme dan hendaknya tidak dirusak oleh manipulasi atau trauma.
Infeksi
S. aureus dapat juga berasal dari
kontaminasi langsung dari luka, misalnya pasca operasi infeksi stafilokokus
atau infeksi yang menyertai trauma (osteomielitis kronik setelah patah tulang
terbuka, meiningitis yang menyertai patah tulang tengkorak).
Jika S. aureus menyebar dan terjadi
bakterimia, maka bisa terjadi endokarditis, osteomielitis hematogenus akut,
meningitis atau infeksi paru-paru dapat dihasilkan. Menifestasi klinik mirip
dengan yang tampak pada infeksi sistemik. Lokalisasi sekunder dalam organ atau
sistem disertai simtom dan tanda pada disfungsi organ dan supurasi fokal.
Keracunan
makanan menyebabkan enterotoksin stafilokokal yang ditandai dengan periode
inkubasi yang pendek (1-8 jam), mual hebat, muntah dan diare, serta cepat
sembuh. Tidak terjadi demam.
Sindroma
syok toksik dimanifestasikan oleh onset dan demam tinggi yang terjadi
tiba-tiba, muntah, diare, mialgia, ruam bentuk skarlet (scarlatiniform rash)
dan hipotensi dengan gagal jantung dan gagal ginjal pada kasus yang sangat
berat. Penyakit ini sering terjadi dalam lima hari, terjadi pada wanita yang
sedang menstruasi karena menggunakan tampon, terjadi juga pada anak-anak atau
laki-laki yang mengalami infeksi luka akibat stafilokokus. Sindroma tersebut
dapat berulang. Sindroma syok toksik yang berhubungan dengan S. aureus dapat ditemukan di vagina,
pada tampon, pada luka atau infeksi yang terlokalisir atau pada tenggorokan
tapi untuknya tidak pernah di aliran darah.
VII.
Uji
Laboratorium Diagnostik
A.Spesimen : usapan
permukaan,pus,darah,aspirat trakea atau cairan spinal,dipilih bergantungan pada
tempat infeksi.
B.Hapusan : Stafilokokus yang khas
dilihat pada apusan yang dicat dari pus atau sputum,hapusan ini tidak bisa
membedakan organisme(S.epidermis)dari
organisme patogen (S.aureus).
C.Biakan : Spesimen yang ditanam
pada lempeng agar darah menunjukkan koloni yang khas dalam waktu 18 jam pada
suhu 37oC tetapi hemolisis dan produksi pigmen mungkin tidak terjadi
sampai beberapa hari kemudian,dan optimal pada suhu kamar.S aureus dan bukan
stafilokokus yang lain memfermentasi manitol.Spesimen yang dikontaminasi dengan
flora campuran dapat dibiakan pada media yang mengandung NaCl 7,5%;garam
tersebut menghambat sebagian besar flora naormal lainnya tapi tidak menghambat S.aureus.Agar garam manitol(Mannitol Salt Agar)digunakan untuk
menyaring S.aureus yang ada dihidung.
D.Tes Katalase : Tetes larutan hidrogen
peroksida ditempatkan pada gelas objek dan sejumblah kecil bakteri yang tumbuh
diletakkan dalam larutan tersebut,pembentukan gelembung(pelepasan
oksigen)menunjukkan bahwa tes positif.Tes ini dapat dilakukan dengan cara
menuangkan larutan hidrogen peroksida pada biakan bakteri yang padat agar
miring dan diamati munculnya gelembung.
E.Tes Koagulase : Plasma kelinci atau manusia yang ditambah sitrat
dicaiorkan dalam perbandingan 5:1 dicampur dengan volume yang sama dari biakan
air atau dari koloni,pada agar dan inkubasi pada suhu 37oC.Satu
tabunng plasma dicampur dengan media cair yang steril dipakai sebagai
kontrol.Jika gumpalan terjadi dalam 1-4 jam berarti tes positif.
F.Uji kepekaan : Uji kepekaan mikrodilusi
atau difusi cakram hendaknya dilakukan secara rutin pada isolat stafilokokus
dari infeksi yang secara klinis bermakna.Resistensi terhadap penisilin G dapat
diramalkan dengan uji β-laktamase positif;sekityar 90% S.aureus menghasilkan β-laktamase. Resistensi terhadap nafsilin(dan
oksasilin serta metisilin) terjadi pada sekitar 20% isolat S. aureus dan hampir 75% isolat S.epidermidis. Resistensi terhadap
nafsilin berhubungan dengan adanya gen mecA
yaitu gen yang mengkode PBP tidak dipengaruhi oleh obat tersebut.Gen
tersebut dapat dideteksi dengan menggunakan uji PCR(Polymerase Chain Reaction) tetapi ini tidak pentingsebab
stafilokokus yang tumbuh pada agar Mueller-Hinton yang mengandung NaCl 4% dan
6µg/mL oksasilin secara khas adalah positif mecA dan resiten terhadap nafsilin.
G.Uji Serologis dan penentuan Tipe : Antibodi terhadap asam teikoat
dapat dideteksi pada infeksi yang lama dan dalam(misalnya endokraditis
stafilokokus).Uji seriologis ini sedikit bermanfaat dalam praktek.Pola kepekaan
terhadap antibiotika bermanfaat dalam melacak infeksi S.aureus dan dalam
menentukan jika bakterimia disebabkan oleh S.epidermidis multipel.Teknik
pemerataan molekuler telah digunakan untuk menelaah penyebaran klon S.aureus
yang menyebabkan penyakit epidemi.
VIII.
Epidemiologi
/ Pengendalian
Stafilokokus merupakan parasit manusia
yang berada dimana-mana.Sumber infeksi utama adalah tumpukan bakteri pada lesi
manusia,benda-benda yang terkontaminasi lesi tersebut,dan saluran respirasi
manusia serta kulit.Penyebaran infeksi melalui kontak telah dianggap sebagai
faktor yang penting dirumah sakit,dimana populasi luas dari staf dan pasien
membawa stafilokokus yang resinten antibiotika pada hidung atau kulit
mereka.Meskipun kebersihan,higienis,dan pelaksanaan lesi secara aseptik dapat mengendalikan
penyebaraan stafilokokus dari pembawa.Aerosol (misalnya glikol)dan radiasi
ultraviolet di udara mempunyai pengaruh yang sedikit.Di rumah sakit yang
merupakan daerah dengan resiko infeksi stafilokokus paling tinggi adalah ruang
perawatan bayi,unit perawatan intensif,ruang operasi dan bangsal kemoterapi
kanker.Masuk nya S.aureus patogen epidemik ke daerah tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya penyakiy klinis yang serius.Pegawai dengan lesi aktif
yang mengandung S.aureus dan seorang pengidap(carrier)harus dikeluarkan dari
daerah tersebut.Pada beberapa individu pemberian antiseptik topikal(misalnya
klorheksidin atau krim basitrasin)pada tempat kolonisasi bakteri pada
pengidap,misalnya dihidung atau perineundapat mengurangi penyebaran organisme
yang berbahaya tersebut.Rifampin yang digabungkan dengan obat anti
stafilokokusoral klas II kadang-kadang memberikan efek supresi jangka panjang
dan penyembuhan dari pengidap di hidung(nasal carriage);bentuk terapi ini
biasanya ditunjukan untuk masalah utama pengindap stafilokokus,sebab
stafilakokus cepat menjadi resisten terhadap rifampin.Antiseptik seperti
heksaklorofen digunakan pada kulit bayi baru lahir untuk mengurangi kolonisasi
oleh stafilokokus tetapi karena toksisitasnya menyebabkan penggunaannya terbatas.
Sesi Tanya jawab :
1. Yassinta Eka : Apa maksud
dari kalimat rumah sakit yang merupakan daerah dengan resiko infeksi
stafilokokus paling tinggi adalah ruang perawatan bayi,unit perawatan intensif,ruang
operasi dan bangsal kemoterapi kanker dan berdasarkan apa penghitungan daerah
resiko paling tinggi tersebut?
Jawab : Mkasudnya adalah bahwa daerah dirumah sakit yang
bersiko paling tinggi untuk terkontaminasi bakteri Stphylococcus adalah ruang
perawatan bayi, unit perawatan intensif, ruang operasi dan bangsal kemoterapi,,
da perhitungan tersebut berdasarkan pada penderita atau pasien yang
terkontaminasi oleh bakteri terebut.
2.
Yum
Zakiyyah Itsnaini : Tolong jelaskan kembali mengenai toksin eksfoliatif
termasuk arti deskuamasi?
Jawab : toksin yang dihasilkan oleh bakteri
staphylococcus yang menyebabkan kulit bersisik dan mengelupas. Deskuamasi
sendiri artinya kulit bersisik dan mengelupas.
Referensi :
Jawetz.2005.Mikrobiologi kedokteran.Jakarta;Salemba
Medika
Buku Ajar MIKROBIOLOGI KEDOKTERAN edisi revisi , oleh
staf pengajar fakultas kedokteran universitas Indonesia .